Senin, 28 Mei 2012

La Tahzan Bro!

jika kau ingin bersedih maka bersedihlah..
jika kau ingin menangis maka menangislah..

tapi... sedihmu jangan berlarut-larut..
tapi... jangan sampai sedih itu meruntuhkan dinding kekuatanmu..

sebaliknya... sedih itu kau jadikan sebagai bara api yg dapat membakar semangatmu
bahwa esok kau jangan sampai bersedih lagi,
bahwa esok kau yakin ada senyum yg menanti..

#tetap semangat, tentulah kau mampu melewati ujian ini..
By : Mimi (Unja, 2008)
#selfTalking

Sabtu, 12 Mei 2012

Just DO IT !

Apakah sejarah masih belum cukup untuk membuktikannya?
Atau kita yang terlalu naif menilai ketidaksempurnaan diri ini?

'Abdurrahman ibn 'Auf, seorang pemuda Makkah yang berhijrah ke Madinah. Ia kemudian diperkenalkan pada seorang lelaki Anshar kaya raya, Sa'd ibn Ar -Rabi'. Sungguh mulia kedua orang ini, yang satu menawarkan membagi dua semua miliknya, rumah, kebun bahkan istrinya. Namun, lelaki yang satu lagi menjawab, "Tidak saudaraku... Tunjukkan saja jalan ke pasar"

Ya, kala itu 'Abdurrahman ibn 'Auf, hanya bermodalkan tangan kosong, melangkah memulai perjuangannya di Madinah.

Sebulan kemudian dia menghadap Rasulullah dengan baju baru, dan wewangian yang semerbak harumnya. "Ya, Rasulullah, aku telah menikah" katanya dengan tersenyum. Seorang wanita Anshar kini telah mendampinginya, maharnya seberat biji kurma dan walimahannya dengan menyembelih domba. Tidak perlu berpanjang lebar, beliau adalah sahabat Rasulullah, seorang saudagar yang kaya raya, yang begitu terkenal kekayaannya dan kerendahan hatinya.

Begitulah sejarah telah menunjukkan.
Begitulah sejarah telah membuktikan.

Apa yang lagi kita tunggu untuk memulai sesuatu?
Modal? Fasilitas? Kemampuan?
Semua itu ada pada diri kita sendiri

"Bekerja saja, maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga"

Mulailah!, karena semua yang kita butuhkan ada pada diri kita sendiri, dan yakinlah bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal dan usaha kita.

i love you mom

"Meskipun aku tahu, sebesar apapun usahaku, tidak akan mungkin dapat membalas semua kasih sayangmu yang begitu besar, namun izinkanlah tangan-tangan mungil ini menuntun keyboard laptopku untuk mengungkapkan perasaanku bahwa aku sayang padamu.

Maha besar Allah yang telah melimpahkan kasih sayang-Nya melalui tanganmu, Ibu"

Di salah satu pengadilan Qasim, Hizan al Fuhaidi berdiri kecewa dengan air mata bercucuran hingga membasahi janggutnya.  Ternyata ia baru saja dikalahkan adik kandungnya oleh sang hakim dalam hak pemeliharaan ibunya yang sudah tua renta. 

Seumur hidupnya sang ibu tinggal bersama Hizan al Fuhaidi  di pedesaan. Dan tatkala sang ibu menua dan keriput serta hanya memakai perhiasan cincin timah dijarinya, datanglah sang adik yang tinggal di perkotaan untuk mengajak sang ibu tinggal bersamanya dengan alasan fasilitas kesehatan di perkotaan jauh lebih lengkap.

Tawaran sang adik ditolak oleh Hizan al Fuhaidi dengan alasan dirinya mampu merawat dan menjaga sang ibu. Sang adik bersikeras, jadilah kedua bersaudara itu membawa perkara ini ke pengadilan. Setelah sidang demi sidang, akhirnya sang hakim memerintahkan agar sang ibu dibawa ke pengadilan.

Kedua bersaudara pun membopong sang ibu yang beratnya hanya 40 kg ke hadapan hakim. Hakim kemudian bertanya, siapa yang lebih berhak tinggal bersamanya?

Sang ibu lalu menjawab sambil menunjuk ke Hizan, "Ini mata kananku!" kemudian menunjuk ke adiknya sambil berkata, "Ini mata kiriku!"

Berdasarkan kemaslahatan bagi sang ibu, hakim akhirnya memutuskan sang ibu dirawat oleh adik Hizan. Keputusan yang membuat Hizan al Fuhaidi sangat kecewa, air matanya menetes, air mata kemuliaan tanda bakti kepada ibunya.

Sungguh terhormat dan beruntung sang ibu memiliki dua anak yang berbakti, yang berlomba-lomba merawatnya di saat dirinya sudah tua renta. Ini pelajaran berharga tentang berbakti dikala durhaka semakin membudaya.

Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:41]

sumber : http://www.catatan-r10.com/2012/02/kakak-adik-berebut-memuliakan-ibu.html