Kamis, 28 Februari 2013

Kehidupan dan Ilmu Ikhlas

Aku ingin bercerita sedikit tentang hidup. Hidup ini bagaikan perjalanan panjang dimana kita mulai berjalan sejak kita dilahirkan hingga kita dimatikan nanti. Banyak cobaan dan beban yang menanti kita. Di saat kita merasa senang dan nyaman, kemungkinan besar kita tidak sedang hidup dengan benar.

Dari Abu Hurairah r.a., "Rasulullah SAW bersabda : "Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir" HR. Muslim

Di lain waktu kita sering mendengar bahwa dunia ini adalah tempat persinggahan. Sejatinya ada jalan yang lebih panjang yang akan kita tempuh. Kehidupan kekal yang akan kita nanti. Di tempat persinggahan inilah seharusnya kita berlomba-lomba membekali diri agar kita bisa diterima di tempat yang indah untuk kehidupan kekal nantinya, jannah, ya, kehidupan yang kekal, sesuai dengan firman Allah SWT :

"Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya." (QS. 2/Al-Baqoroh: 82)

Tapi sayang, bagi sebagian orang, jalan menuju syurga itu "terlihat" lebih sukar dibanding jalan menuju neraka. Dan memang kenyataannya tidak mudah. Banyak godaan dan cobaan yang harus kita lawan dari Si musuh abadi, syaitan. Tidak sedikit yang terjebak dalam tipu dayanya. Terkadang aku pun berfikir, teramat banyak cobaan di dunia ini. Masih jauhkah kematian itu? Berapa banyak lagi cobaan yang harus kulalui hingga aku tiba di garis "finish"? Pertanyaan bodoh!. Lantas, apakah aku sudah siap menghadapi kematianku? Sudah cukupkah bekal sampai-sampai aku mengeluh dengan masalah duniaku?

Tidak, aku belum siap. 

Aku bukan mengharapkan kematian. Karena tanpa aku harapkan pun ia akan menemuiku. Namun terkadang terlintas dipikiranku bahwa aku harus lebih kuat menghadapi masalah, karena aku tidak tahu kapan dan dimana garis "finish" ku berada. Setiap butir masalah seharusnya membuat kita lebih kuat, bukan malah sebaliknya, melemahkan.

Sekali lagi, dengan "baju" kotor ini, aku bukan mengharapkan kematian. Masih banyak dosa yang harus aku timbuni dengan berjuta kebajikan dan 'amalan. Aku masih harus berusaha keras untuk menggapai Ridha Nya. Sehingga nanti ketika aku meninggalkan dunia ini, Ia Ridho atasku. Ridho atas kehidupanku dan penciptaanku.

“Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz –Dzariyat: 56 )

Namun tidak dapat kupungkiri, ketika dihadapi masalah terkadang aku mengeluh, dan mungkin lebih banyak mengeluh. "Mengapa ini terjadi padaku? Mengapa harus seperti ini?", dan sebagainya. Ketika dilanda kekecewaan dan ketidakpuasan, terkadang aku mengeluh. Aku lupa dengan tugasku. Satu tujuan penciptaanku, beribadah kepada Allah SWT. Ketika terlena dengan problematika kehidupan, jujur kuakui terkadang aku lupa, aku khilaf. 

Banyak hal yang aku hadapi, permasalahan dan polemik hidup selama 20 tahun aku menghirup udara bumi. Namun sayang, dengan umur yang sudah mencapai taraf dewasa, perkara ikhlas dan sabar pun belum bisa aku pahami sepenuhnya, belum bisa aku aplikasikan dengan baik. 

Salah satu masalah terberat dalam hidup ini ialah ketika kita dihadapkan pada rasa kecewa. Terlebih ketika apa yang telah kita impikan dan dambakan selama bertahun-tahun yang lalu, tidak dapat tercapai. Kecewa dan sedih. Beribu pertanyaan  dan tuntutan bodoh mulai bermunculan di dalam pikiran. "Mengapa begini, mengapa begitu, mengapa seperti ini...". Beribu pertanyaan yang tidak tahu harus dialamatkan kepada siapa. 

Ketika ini terjadi, aku akan berkata pada nurani :

"wahai ruh, wahai jiwa yang bersemayam di dalam raga ini. Bersabarlah ketika kau dihadapi masalah, karena sesungguhnya Allah membersamai orang-orang yang sabar. Ketahuilah, tidak mewujudkan cita-cita dan impianmu bukan berarti Ia tak menyayangimu. Bisa jadi Ia mempunyai sesuatu yang lebih baik untukmu, jauh lebih baik dari yang kau inginkan"

"Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih).



- Mendewasa dan Belajar Ilmu Ikhlas -

Rabu, 20 Februari 2013

Bayi luutuuu :3



Hahaha, cini yok, dedek gendong sama kakak :D

sumber : http://contoh-nama-bayi.blogspot.com/

Menjadi anak-anak


sumber gambar : http://www.u-channel.tv/blog/2010/11/17/menuntun-anak-anak-anda-melewati-masa-masa-sulitbag-1/anak-anak/

Lihatlah wajah-wajah polos mereka
Mereka belum mengenal dunia
Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bermain
Meski terkadang mereka tidak sadar mereka sedang bermain
Ketika sedang  belajar, bekerja, mereka sisipkan permainan tanpa mereka sadari.
Waktu disuruh ngepel lantai, mereka jadikan kain pel buat main plesetan.
Waktu disuruh nyapu halaman pake sapu lidi, mereka malah main nenek sihir yang terbang pake sapu
Waktu disuruh cabut rumput, mereka malah mainin cacing.
Zzzz, yang diatas masih mending sih, bahkan ada yang disuruh cuci piring malah kabur
main bola -___-" (ps: bukan saya)

Itulah anak-anak
Mereka ceria, tertawa, menangis sesukanya.
Mereka lugu
Mereka polos

Tidak seperti kita yang dewasa
Banyak noda
Sibuk jaga wibawa
Bertopeng dan pura-pura
Basa basi di mana-mana

Bahkan terkadang ketika ditawari makanan, kita berbasa basi "udah makan", padahal lagi laper-lapernya meski memang sudah makan sebelumnya (jauuuuh sebelumnya).
Waktu ditawari tebengan pulang, kita tolak dengan alasan "nggak usah, deket kok" padahal nyampe rumah kecapean juga ujung-ujungnya.
Waktu nolongin orang terus dikasih "imbalan" secuil, kita tolak, "nggak usah gw ikhlas kok". Padahal lagi butuh duit banget. Atau lebih parah lagi kalau dalam hatinya, "ih pelit banget cuma ngasih segini".

Terkadang ketika suntuk dengan masalah, gw berandai-andai, meski juga nggak mungkin terjadi. Seandainya kita semua anak kecil lucu juga ya, haha

Nggak bakal ada korupsi, kecurangan politik dsb.
Nggak bakal ada perampokan, pembunuhan, dan kejahatan-kejahatan terencana lainnya.
Lebih-lebih, nggak bakal ada yang bunuh diri karena Cinta (dan alasan-alasan konyol lainnya)

Terkadang
Mengapa kita tidak menjadi anak-anak?
Minimal untuk mengurangi beban pikiran sejenak.
Let's play :)

Selasa, 05 Februari 2013

Lebih baik paham dari sekarang

Dari statusnya Om Tere Liye :

Seorang guru pernah menasehati, ada 4 hal kunci hidup lurus dan bahagia:
1. Hidup sederhana
2. Senantiasa bersyukur
3. Mencintai berbuat baik
4. Sering mengingat kampung yg abadi

Cepat atau lambat, semua orang akan paham 4 hal ini. Ada yg paham saat usianya masih muda, ada yg paham se hasta lagi dari maut, benar2 terlambat.


Dari keempat poin diatas, menurut saya yang agak sulit sepertinya perihal bersyukur dan mengingat kematian. Terkadang ketika dalam keadaan berkecukupan seperti ini, sering sekali kita lupa bersyukur dan malah banyak menuntut. Terlebih terkadang masih sering menyesal kenapa dikasih takdir begini dan begitu. Salah satu cara bersyukur, tentunya dengan sering-sering melihat kebawah.


Perihal poin yang ke empat, terkadang saya juga sering lupa bahwa tujuan hidup ini tak lain ialah demi mendapat Ridho Allah SWT. Sering kali kita lupa, ketika disibukkan dengan persoalan dunia, seolah-olah dunia menjadi tujuan hidup. Padahal sejak dari SD juga kita sudah diajarkan oleh guru agama bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan sebagai tempat persinggahan.


Selain dari keempat poin diatas, ketika saya bersedih dan kecewa, saya hanya ingat satu hal bahwa hidup ini hanya sementara. Suata saat kita akan berpindah alam. Segala kekecewaan pasti akan ada akhirnya. Dunia memang tempat merasakan sakit dan derita. Zona perjuangan yang hanya sementara. Ada tempat abadi yang bernama syurga dimana tak ada sakit, perih dan rasa sedih. Dan itulah balasan bagi orang-orang yang senantiasa beriman dan taqwa kepada Allah SWT. Semoga kita semua kelak akan dikumpulkan dalam jannah-Nya.