Rabu, 18 November 2015

Antara Pilihan Orang Tua dan Anak



Alkisah, ada dua orang sahabat, Angel dan Baim. Mereka adalah sahabat karib yang sudah berteman sejak lama. Dari SD hingga SMA, mereka selalu satu sekolah. Bahkan, 10 dari 12 tahun selama sekolah, mereka berada dalam satu kelas yang sama. Saking dekatnya, bahkan Baim telah menganggap Angel sebagai adiknya sendiri. Mereka pun berpisah pada saat kuliah. Hingga sampai pada saat dimana Baim mendapat kabar bahwa Angel akan menikah. Bahagia dengan kabar ini, Baim pun menyampaikan ucapan selamatnya pada Angel melalui pesan singkat. Namun, tanpa disangka, respon yang diperoleh berbeda dari yang ia harapkan.

Singkat cerita, Angel pun curhat tentang apa yang terjadi dibalik rencana pernikahannya. Angel mengaku dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan seseorang yang tidak ia sukai, atau mungkin lebih tepatnya tidak ia cintai. Kemungkinan besar, Angel sudah punya pilihan lain. Sudah berulang kali ia mengutarakan penolakannya, baik kepada si calon secara tidak langsung (melalui seorang perantara), lebih-lebih pada orang tuanya. Sayangnya penolakan demi penolakan tadi tidak digubris. Mulai dari mencoba diskusi dengan orang tuanya, sampai menolak dengan deraian air mata pun telah ia perjuangkan, namun hasilnya nihil. Malah sebaliknya, Angel bahkan dicap sebagai anak durhaka oleh kedua orang tuanya. 

Setiap malam ia merasa sedih. Tak sedikit hari yang ia lalui dengan tangisan. Pun tak banyak orang yang tahu tentang kisahnya karena memang ia tipikal wanita yang tegar dan mampu menyembunyikan kesedihannya. Sampai pada akhirnya, perjuangannya pun kandas ketika mengetahui bahwa ternyata secara diam-diam orang tuanya dan si calon telah mempersiapkan acara lamaran bagi Angel. Meski telah berusaha untuk menolak pada orang tuanya, bahkan dengan air mata sekalipun, namun, acara lamaran itu tetap berjalan.

Baim, sebagai seorang sahabat yang sudah lama mengenal Angel, tentunya merasa sedih dan iba bercampur bingung. Mungkin memang inilah jalan hidup Angel. Selang beberapa hari setelah lamaran, Angel kembali curcol, dulu dia pernah baca artikel di salah satu sosmed, dimana ada seorang gadis yang jadi gila karena dilarang menikah dengan kekasihnya. Setelah si gadis menjadi gila, barulah si gadis diizinkan menikah. "Hmmm, agak ekstrim, tapi seorang Angel nggak mungkin akan gila hanya karena masalah ini" gumam Baim. Dalam hati ia berharap, semoga gadis dalam artikel tadi kembali waras setelah diizinkan menikah.

Nah, berawal dari cerita inilah Baim jadi iseng googling di internet. Niat awalnya, si Baim cuma ingin tahu cerita lengkap dari artikel tadi. Tapi tanpa sengaja dia menemui artikel-artikel islami beserta dalil-dalilnya yang menyebutkan larangan orang tua memaksa anaknya (yang sudah baligh) untuk menikah. Kebetulan si Angel agamanya islam, maka tanpa banyak pikir, Baim langsung sampaikan berita tadi pada Angel. 

Mereka berdua pun kebingunan, apa yang harus dilakukan. Terlebih karena artikel tadi menyebutkan bahwa akad nikah tanpa seizin anak perempuan, adalah cacat secara syariah. Hingga pada akhirnya, Baim menyerahkan Angel untuk memutuskan. Jika Angel ingin mengusahakan, maka solusinya ialah berdiskusi dengan si perantara. Namun sayangnya, Angel kurang setuju, sehingga Baim pun hanya bisa berharap semoga Angel bisa mengizinkan hingga sebelum akad dilangsungkan.


***

Dari kisah ini, saya mencoba mengambil dua dalil tentang persetujuan menikah dari hadis Shahih Muslim dalam kitab nikah, berikut artinya:

Bab 8. Tentang tanda izin nikah wanita janda ialah ucapan sedangkan gadis perawan ialah diam

( HR.MUSLIM No:2543 ) 
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam.

( HR.MUSLIM No:2544 ) 
Hadis riwayat Aisyah ra.: Dari Zakwan ia berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak? Beliau menjawab: Ya, harus dimintai persetujuan! Lalu Aisyah berkata: Aku katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah saw. bersabda: Itulah tanda setujunya bila ia diam.

Semoga kisah diatas bisa menjadi pelajaran buat kita. Jika sebagai orang tua dari anak perempuan, maka selain berkewajiban mencarikan calon yang sholeh, juga jangan lupa untuk meminta persetujuan anak sebelum menikahkannya, kecuali jika anak tersebut belum baligh. Jika sebagai anak perempuan, maka hendaknya sesegera mungkin mencerdaskan orang tua tentang hak kalian untuk dimintai persetujuan sebelum dinikahkan. Jangan sampai, ketika nanti tiba-tiba orang tua datang membawa seorang calon, barulah si anak mengungkapkan penolakannya. Alhasil, si anak berselisih dengan orang tua lantaran orang tua yang mungkin egois dan belum tahu. Pada akhirnya, si anak lah yang harus menanggung resiko "terpaksa" menikah sebagai wujud rasa sayang dan patuhnya dengan orang tua. Padahal kepatuhan yang melanggar syariah, tidak pernah diajarkan dalam Islam.

Kalau menurut pendapat saya, alangkah baiknya jika orang tua dan anak saling bekerja sama. Orang tua berperan sebagai penentu kriteria dan anak sebagai penentu pilihan. Sehingga keduanya bisa saja mengajukan calon, baik dari sisi anak jika anak sudah punya pilihan, maupun dari sisi orang tua yang mencarikan. Karena aneh rasanya jika kita logikakan, yang akan menikah adalah si anak, yang akan menjalani hidup adalah si anak, tapi malah orang tua yang keras memaksakan pilihannya kepada anaknya, seolah-olah, malah orang tua yang mau menikah, hehe. Semoga hal ini tidak terjadi pada pembaca sekalian :)

Wallahu A'lam Bish Shawab


~(^_^)~

2 komentar: