Selasa, 06 November 2012

Kisah sendal-sendal


Sepasang sendal jepit
Merk ando
Berwarna putih
Tampilannya menarik
Dibeli dari sebuah mall dengan harga 30rb an
Bikin kaki lecet, susah dibawa jalan
Hilang di mesjid

Sepasang sendal jepit (lagi)
Merk (masih) ando
Berwarna coklat
Tapaknya tebal, penampilannya menarik
Dibeli dari sebuah mall dengan harga 40rb an
Bikin kaki lecet, berat
Bahkan di awal, pakai kaus kaki biar nggak sakit dibawa jalan
Hilang di mesjid (lagi)

(Lagi-lagi) Sepasang sendal jepit
Merk swallow
Berwarna putih biru
Penampilannya standar
Di beli dari sebuah warung dengan harga 12.500
Alhamdulillah, jauh lebih nyaman dari yang lain.
Tidak bikin kaki lecet.

Hikmah sempit : Belilah alas kaki yang nyaman, jangan cuma melirik tampilan
Hikmah luas : Jangan pernah memandang sesuatu dari rupa dan tampilannya, namun pandanglah dari segi kebermanfaatan yang ia berikan.
Hikmah dalam memilih pendamping : Jangan cari yang rupawan tapi membuat sakit, lebih baik cari yang penampilannya biasa tapi bisa memberi rasa nyaman. #sekaliSekaliPostingGalau
Hikmah lain : Allah Maha Mengetahui apa yang kita butuhkan dan apa yang tidak kita butuhkan. Besyukurlah ketika Allah menghilangkan sesuatu yang tidak memberi manfaat bagi kita apalagi sesuatu yang malah menyiksa kita (yang mungkin tidak kita sadari).

Nb : Semoga sendal-sendal yang hilang bisa memberi kebermanfaatan bagi siapa pun yang menggunakannya saat ini

Mohon do'a semoga kisah saya dan sendal swallow bisa langgeng sampai akhir hayatnya

Senin, 05 November 2012

Kisah empat bersaudara yang terpisah


Tak terasa tiga tahun lebih saya sudah mengarungi pendidikan di kampus ini. Hanya tinggal dua semester lagi yang harus saya selesaikan termasuk semester ini, insyaAllah. Semua perjuangan saya di kampus ini bisa dikatakan berawal dari negeri minangkabau, kota pantai, Padang. Kala itu saya sedang dalam proses mengikuti bimbingan belajar dan tinggal bersama kakek dan nenek di sebuah rumah bedeng sempit yang juga panas. Tidak ada rasa suntuk ataupun bosan, malah sebaliknya, saya sangat nyaman berada disana. Rumah sempit itu telah melahirkan sarjana-sarjana sukses sejak tahun 80an. Ibu, Bibi, Uda dan insyaAllah Saya, tahun depan.

Meski sudah tiga tahun berlalu, namun hingga saat ini pun, saya masih ingat persis detik-detik jelang pengumuman UMB pada bulan juni 2009 lalu.




Juni 2009

Matahari mulai tenggelam. Langit pun mulai gelap. Kala itu menjelang maghrib, tanggal 29 Juni. Saya sedang menunggu pengumuman UMB yang dijadwalkan akan diumumkan melalui internet pada pukul 18.00 WIB. Harap, cemas, dan rasa takut menjadi satu. Detik-detik yang cukup menegangkan bagi saya. Jujur, saat itu saya hanya berharap masuk pada pilihan kedua. "Ilmu Komputer? ah, sepertinya terlalu tinggi", gumam saya dalam hati. Bahkan tahun lalu posisi passing grade-nya berada di nomor dua setelah pendidikan dokter UI. Yang ada dipikiran saya waktu itu, kira-kira teknik elektro atau mesin ya? Hanya dua itu. Sama sekali tidak terlintas prodi ilmu komputer. Namun Alhamdulillah, puji syukur, Allah mengizinkan saya lolos di pilihan pertama di Prodi Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Senang, sangat. Bahkan saya seperti anak kecil yang lompat-lompat tatkala melihat pengumuman via browser handphone. Saya langsung dipeluk erat oleh nenek. Alhamdulillah, semua bangga, semua senang.

Juni-Juli 2008

Kita mundur satu tahun. Waktu itu pertengahan tahun 2008. Abang saya yang biasa saya panggil uda, mengikuti bimbingan belajar di tempat yang sama, Nurul Fikri Kota Padang. Di rumah itu pula, ia tinggal bersama kakek dan nenek, berusaha menggapai cita-citanya, menjadi seorang dokter. Ia merupakan tipe orang yang gigih dan bersemangat. Saya sangat mengagumi itu, terutama kedisiplinan dan semangatnya.

Waktu itu, seleksi SNMPTN berlangsung pada 2-3 juli 2008. Namun sayang, saat mengikuti seleksi tersebut, ia dalam keadaan kurang sehat. Saya yakin hal itu akan sangat mempengaruhi konsentrasi ujiannya. Namun alhamdulillah, pada 1 agustus 2008, pengumuman SNMPTN memberi kabar gembira, ia lulus di Pendidikan Dokter Unsyiah, Aceh. 

Sejak kepergiannya, rumah ini berasa agak sepi. Satu pemimpin telah pergi demi masa depannya. Tinggal ayah, ibu, saya dan kedua adik. Kini satu dari empat bersaudara telah berangkat. Namun jiwa kepemimpinannya tak pernah pudar. Bahkan di sana, di negeri rantau, di Fakultas Kedokteran Unsyiah, ia terpilih sebagai Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK Unsyiah. Setahun kemudian, ia "naik pangkat", berkarir di Pemerintahan Mahasiswa (Pema) Unsyiah – di beberapa perguruan tinggi lain disebut sebagai BEM – sebagai Menteri Sosial Pema Unsyiah. Tidak hanya ia, kami pun turut bangga atas prestasi kepemimpinannya.

Agustus 2009

Tak lama berselang sejak kepergiannya, satu tahun kemudian giliran saya, menuju depok, UI. Di tahun yang sama pula, kabar gembira pun datang. Ayah kami diterima beasiswa S3 di Curtin, Australia. Beliau berangkat ke Australia berbarengan dengan saya berangkat ke Depok.

Rumah ini semakin sepi. Hanya tinggal ibu dan dua anak kecil yang ketiganya sangat saya sayangi. Naufal, adik nomor tiga, kini harus belajar mandiri. Ia menjadi pemimpin di sini. Meski masih SD, kini ia harus pulang pergi sekolah sendirian menggunakan ojek dan angkot. 10 Km, bukan jarak yang dekat.

Februari 2011

Satu tahun berikutnya, giliran ia, Naufal, sang juara menggambar tingkat provinsi yang memenuhi panggilan ilmu, menjajal lika liku pendidikan di dunia baru, Australia. Disana, karya-karyanya lebih dihargai. Kretifitas dan kelihainnya dalam menggambar – yang merupakan kemampuan turunan dari Ayah kami – lebih dihargai ketimbang di sini, Indonesia. Berbagai sertifikat penghargaan dan lomba telah ia juarai.

Kini, dirumah ini, hanya tinggal Ibu dan adik saya yang terakhir, Fauzan. Ia pun harus belajar mandiri, lebih dari sebelumnya. Tidak ada lagi kakak – panggilan Fauzan untuk abangnya, Naufal – yang menemani hari-harinya, dan menemani ia bermain.

Empat bersaudara kini telah berpisah, menggapai cita-cita mereka.

Begitulah hebatnya keluarga ini. Dua orang pujangga ilmu, Ibu dan Ayah, dua orang pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan bagi kami berempat yang sejak kami kecil selalu mendidik dan menanamkan pada diri kami bahwa pendidikan itu penting, ilmu itu penting.

 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” QS : Al-Mujaadilah ayat 11

Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan)

Rindu rasanya keluarga ini bisa berkumpul lagi secara utuh, berbagi pengalaman, bersenda gurau, dan bermain lagi seperti saat kami berempat masih berkumpul. Sejak kepergian Ayah dan Naufal ke Australia, kami tidak pernah berkumpul secara "komplit". Jadwal liburan masing-masing sering berselisih. Kami pun tak ingin mengorbankan pendidikan hanya untuk dapat berkumpul bersama. Tidak. Tidak akan. Itu bukan pendidikan yang ditanamkan di keluarga ini.

Namun tetap saja saya rindu semua bisa berkumpul kembali. Semoga tahun depan bisa tercapai, aamiin. Di saat Ayah telah mendapat gelar doktornya dan disaat saya telah diwisuda, semoga kelak satu keluarga ini bisa berkumpul lagi secara utuh. Aamiin Ya Rabbal'alamin

Jumat, 02 November 2012

Patah


Teguh kokoh batang jati
Tinggi menjulang dahan nan tinggi
Cengkeram mendalam akar di bumi

Semakin tinggi
Semakin kokoh
Angin pun iri
Mencoba menguji

Angin datang tak kunjung henti
Terpaan datang silih berganti
Akar di hujamkan
Cengkeram diperdalam

Semakin tinggi
Semakin kokoh
Tak lelah akar mencengkeram
Tak bosan bumi menggenggam

Tiba-tiba
Ujian kembali datang
Lebih ganas lebih garang

Bersorak takut penghuni lembah
Kemarau datang!
Kemarau datang!
Kemarau datang!

Mulai tandus, kering, gersang
Haus, lelah, bersusah, berpayah
Namun hati tetap tabah

Lihat sekeliling
Rekanan tumbang
Kawan pun hilang
Hanya tinggal badan sebatang

Angin semakin garang
Di tanah yang gersang
Topan dan badai mulai datang

Ah, apakah ini akhirnya?
Apakah ini takdirnya?

Angin semakin garang
Gugur daun dari batang
Jatuh buah berserakan
Hati tersenyum
Riang meski batang mulai goyang
Riang meski diri terasa akan tumbang
Riang meski ajal sudah datang

Ah, inilah perjuangan
Sedikitpun tak ku menyesal
Sedikitpun tak ku menyesal
Terimakasih angin
Bibit-bibit ku sudah di tempat yang kuharapkan

Khusyuk

Diam
Diam
Diam
Diam

Sepi
Sepi
Sepi
Sepi

Sunyi
Sunyi
Sunyi
Sunyi

Hening
Hening
Hening
Hening

Dalam diam termenung
Pejam sepi sekeliling
Sunyi dan hening

Suara tak terdengar
Riuh terpendam
Hati mendalam

Kamis, 01 November 2012

Waktu dan Perjuangan


Masa lalu itu tak bisa diubah
Sedangkan masa depan penuh dengan ketidakpastian
Satu-satunya yang pasti dan masih dapat diubah ialah saat ini.



Banyak yang berkata, “masa depan anda, ada di tangan anda”. Namun saya lebih suka mengatakan, “masa sekarang anda, ada di tangan anda” dan “masa lalu anda, ada di masa sekarang

Saya lebih suka menilai sesuatu dari apa yang dilakukan sekarang. Bukan menilai dari rencana-rencana "indah" yang penuh ketidakpastian karena yang terpenting dari masa depan ialah bukan masa depan itu sendiri, bukan rencana ataupun cita-cita, melainkan apa yang kita lakukan saat ini untuk menuju pada rencana atau cita-cita tersebut.

Masa sekarang kelak akan menjadi masa lalu. Waktu ketika anda membaca paragraf diatas ialah masa lalu dan kita tak akan mungkin bisa kembali ke masa lalu. Masa lalu itu akan selalu pergi menjauh secara perlahan, detik demi detik, menit demi menit. Hingga tanpa kita sadari, tiba-tiba tahun demi tahun telah berlalu menjauhi kita, dan tak mungkin kembali. Di dalam Al-Quran, Allah Subhanallahu wa ta'ala telah berfirman seraya bersumpah atas waktu :

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan amal sholih dan saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam (menetapi) kesabaran.”
[ al-Ashr [103]: 1-3 ]

Orang yang beruntung bukanlah yang berpangkat tinggi, bukan pula yang kaya atau yang paling pintar melainkan orang-orang beruntung ialah orang-orang yang senantiasa beriman dan melakukan amal sholeh. 

Masa depan dan perubahan

Sekali lagi, masa depan itu penuh dengan rencana. Masa depan itu penuh dengan bayang-banyang dan ketidak-pastian. Satu hal yang pasti ialah masa sekarang, saat ini. Di kepastian inilah kita berjuang, bukan dalam angan-angan di masa depan namun di saat ini, saat ini juga.

"Mari menyejarah", dua kata yang sering dilontarkan oleh abang saya, dr. Poby Karmendra. Setiap rangkaian detik yang kita lalui tak ubahnya dengan merangkai sejarah untuk kita kenang. Begitupula hari ini, besok dan seterusnya. Kita selalu merangkai sejarah yang akan selalu abadi. Agar sejarah itu indah, maka rangkailah detik demi detik dengan hal-hal yang bermanfaat. Sehingga ketika kita mengenang masa lalu, kita akan tersenyum bukan sebaliknya, menangis dan menyesal.

Jadi, inti dari perubahan bukanlah merubah masa depan melainkan merubah masa sekarang, masa saat ini. Sebagai seorang pemuda, saya memiliki cita-cita besar terhadap bangsa ini. Salah satu cita-cita saya ialah, saya ingin melihat negara ini menjadi negara maju sebelum saya tutup usia nanti. Tiga poin utama yang menjadi parameter negara maju bagi saya ialah pendidikan, ekonomi dan moral.

Mungkin cita-cita ini terdengar aneh bagi sebagian orang. Namun saya yakin tidak ada seorangpun yang mampu menjamin hal tersebut tidak mungkin untuk dicapai. Oleh karena itu, saya mengajak teman-teman semua untuk ikut berjuang menggapai cita-cita ini. Saya yakin tidak ada satu pun dari kita yang tidak ingin memajukan bangsa ini. Semua pasti mau. Sekarang tinggal bagaimana usahanya dan sebesar apa usahanya. Semua itu, kita sendirilah yang bisa menentukannya :)


Kita berjuang saat ini, untuk merajut masa depan dan mengukir masa lalu. Ingatlah, semakin besar perjuangan kita maka akan semakin kecil pula penyesalan yang kita peroleh nantinya.