Senin, 07 Desember 2015

Kisah Tabi'in: Hasan Al-Bashri

"Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila satu mendekat, maka yang lain akan menjauh ... dunia diawali dengan kesulitan dan diakhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram akan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian dan fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan." -Hasan Al-Bashri


Telah datang berita gembira kepada istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummu Salamah, bahwa budaknya yang bernama Khairah telah melahirkan seorang bayi laki-laki.
Ummul Mukminin hanyut dalam kegembiraan dan wajahnya tampak ceria dan berseri-seri. Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pasca melahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu.
Tak lama setelah itu Khairah pun datang dengan bayi di gendongannya. Ketika Ummu Salamah memandangnya, beliau langsung menyukai bayi itu karena wajahnya yang tampan dan cerah, menarik hati siapapun yang memandangnya.
Ummu Salamah bertanya kepada budaknya: “Sudahkah engkau memberikan nama untuknya wahai Khairah?” Khairah menjawab: “Belum, aku ingin Anda-lah yang memilihkan nama untuknya sesuka Anda.”
Ummu Salamah berkata, “Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Hasan.” Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi.
Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah sahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab ayah si bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain.
Hasan bin Yassar (yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan al-Bashri) tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah.
Adapun Ummu Salamah –kalau pembaca belum tahu- adalah seorang wanita Arab yang termasuk paling sempurna akalnya, banyak keutamaannya, dan teguh pendiriannya. Beliau juga termasuk istri nabi yang paling luas pengetahuannya dan paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah. Beliau meriwayatkan sebanyak 387 hadis. Beliau juga termasuk dari sedikit bilangan wanita di masa jahiliyah yang mampu baca-tulis.
Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau, Khairah, harus keluar dari rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya. Bila sang bayi menangis karena lapar, maka Ummul Mukminin meletakkan bayi itu di pangkuannya, lalu disusui supaya diam. Karena rasa cintanya terhadap bayi itu, Ummul Mukminin bisa mengeluarkan air susu yang kemudian diminum oleh si bayi hingga merasakan kenyang dan diam dari tangisnya. Dengan demikian, kedudukan Ummu Salamah bagi Hasan al-Bashri adalah sebagai ibu dalam dua sisi. Pertama karena Hasan al-Bashri adalah seorang dari mukminin sedang Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin. Kedua Ummu Salamah adalah ibu susuan bagi beliau.
Anak ini meraih kesempatan emas untuk bergaul dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab rumah-rumah mereka berdekatan sehingga ia bisa bermain dari satu rumah ke rumah yang lain. Sudah barang tentu akhlak beliau terwarnai oleh para penghuni rumah itu dan mendapatkan bimbingan dari mereka.
Seperti yang diceritakan oleh Hasan al-Bashri sendiri, dia mengisi rumah Ummul Mukminin dengan ketangkasannya yang menyenangkan. Sering dia naik ke atap rumah lalu berpindah-pindah dengan lincahnya.
Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih (ilmu) yang tersedia di rumah-rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada sahabat-sahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain.
Meski demikian, kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dia mengagumi keteguhan agamanya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap kesenangan dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya.
Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap di sana. Dari sinilah muncul julukan al-Bashri, yang dinisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang di Bashrah.
Di saat Hasan al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para sahabat dan tabi’in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya.
Hasan al-Bashri tinggal di masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas, Habru umati Muhammad (Ustadnya umat Muhammad). Dia mengambil pelajaran tafsir, hadis, qiraah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya.
Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendantangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Nama Hasan al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal di mana-mana.
Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya.
Khalid bin Shafwan bercerita. “Aku bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik di daerah Hirah, beliau berkata, ‘Wahai Khalid, ceritakan kepadaku tentang Hasan al-Bashri, aku rasa engkau lebih mengenalnya dari yang lain.”
Aku berkata, “Semoga Allah menjaga Anda. Saya sebaik-baik orang yang akan memberikan keterangan tentang Hasan al-Bashri wahai Amir, karena saya adalah tetangga sekaligus muridnya yang setia. Saya lebih mengenal beliau daripada orang Bashrah lainnya’.”
Beliau berkata, “Ceritakan apa yang Anda ketahui tentangnya.” Saya berkata, ‘Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma’ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukannya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dimilikinya.”
Maslamah berkata, “Cukup wahai Khalid, cukup. Bagaimana kaum itu bisa sesat, bila ada orang semisal dia di tengah-tengah mereka?”
Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa itu secara terang-terangan.
Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah: “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”
Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti: “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup.”
Namun Hasan al-Bashri berkata, “Wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.”
Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras: “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!”
Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri.
Dibawalah Hasan al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah.
Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di sini wahai Abu  Sa’id, silahkan..”
Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas.
Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?”
Beliau berkata, (Aku berdoa) “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”
Kejadian serupa sering dialami Hasan al-Basri berhubungan dengan para wali negeri dan amir, di mana beliau selalu lolos dari setiap kesulitan tanpa menjatuhkan wibawanya di mata para penguasa tersebut dengan lindungan dan pemeliharaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah wafatnya khalifah yang zuhud Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan beralih ke tangan Yazid bin Abdul Malik. Khalifah baru ini mengangkat Umar bin Hubairah al-Faraqi sebagai gubernur Irak sampai Khurasan. Yazid ditengarai telah berjalan tidak seperti jalannya kaum salaf yang agung. Dia senantiasa mengirim surat kepada walinya, Umar bin Hubairah agar melaksanakan perintah-perintah yang ada kalanya melenceng dari kebenaran.
Untuk memecahkan problem itu, Umar bin Hubairah memanggil para ulama di antaranya asy-Sya’bi dan Hasan al-Basri. Dia berkata: “Sesungguhnya Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai khalifah atas hamba-hamba-Nya. Sehingga wajib ditaati dan aku diangkat sebagai walinya di negeri Irak sampai kupandang tidak adil. Dalam keadaan yang demikian, bisakah kalian memberikan jalan keluar untukku, apakah aku harus menaati perintah-perintahnya yang bertentangan dengan agama?”
Asy-Sya’bi menjawab dengan jawaban yang lunak dan sesuai dengan jalan pikiran pemimpinnya itu, sedangkan Hasan al-Basri tidak berkomentar sehingga Umar menoleh kepadanya dan bertanya, “Wahai Abu Sa’id, bagaimana pendapatmu?”
Beliau berkata, “Wahai Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari murka Allah. Wahai Ibnu Hubairah, aku khawatir akan datang kepadamu malaikat maut yang keras dan tak pernah menentang perintah Rabb-nya lalu memindahkanmu dari istana yang luas ini menuju liang kubur yang sempit. Di situ engkau tidak akan bertemu dengan Yazid. Yang kau jumpai hanyalah amalmu yang tidak sesuai dengan perintah Rabb-mu dan Rabb Yazid.”
“Wahai Ibnu Hubairah, bila engkau bersandar kepada Allah dan taat kepada-Nya, maka Dia akan menahan segala kejahatan Yazid bin Abdul Malik atasmu di dunia dan akhirat. Namun jika engkau lebih suka menyertai Yazid dalam bermaksiat kepada Allah, niscaya Dia akan membiarkanmu dalam genggaman Yazid. Dan sadarilah wahai Ibnu Hubairah, tidak ada ketaatan bagi makhluk, siapapun dia, bila untuk bermaksiat kepada Allah.”
Umar bin Hubairah menangis hingga basah jenggotnya karena terkesan mendengarnya. Dia berpaling dari asy-Sya’bi kepada Hasan al-Basri, Umar semakin bertambah hormat dan memuliakannya. Setelah kedua ulama itu keluar dan menuju ke masjid, orang-orang pun datang berkerumun ingin mengetahui berita pertemuan mereka dengan amir Irak tersebut.
Asy-Sya’bi menemui mereka dan berkata; “Wahai kaum barangsiapa mampu mengutamakan Allah atas makhluk-Nya dalam segala keadaan dan masalah, maka lakukanlah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, semua yang dikatakan Hasan al-Basri kepada Umar bin Hubairah juga aku ketahui. Tapi yang kusampaikan kepadanya adalah untuk wajahnya, sedangkan Hasan al-Basri menyampaikan kata-katanya demi mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka aku disingkirkan Allah Subhanahu wa Ta’aladari Ibnu Hubairah, sedangkan Hasan al-Basri didekati dan dicintai…”
Allah memberikan karunia umur kepada Hasan al-Basri hingga berusia lebih dari 80 tahun dan telah memenuhi dunia ini dengan ilmu, hikmah dan fiqih. Warisan yang diunggulkannya bagi generasi kini di antaranya adalah kehalusan dan nasihat-nasihatnya yang mampu menyegarkan jiwa  dan mampu menyentuh hati, menjadi petunjuk bagi mereka yang lalai akan hakikat kehidupan dunia serta ihwal manusia dalam menyikapi dunia.
Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang dunia dan keadaannya. Beliau berkata, “Anda bertanya tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila satu mendekat, maka yang lain akan menjauh.”
Dan Anda memintaku supaya menggambarkan tentang keadaan dunia ini. Maka aku katakan bahwa dunia diawali dengan kesulitan dan diakhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram akan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian dan fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan.”
Adapun jawaban terhadap pertanyaan orang lain tentang keadaannya dan keadaan orang lain dalam menyikapi dunia beliau berkata, “Duhai celaka, apa yang telah kita perbuat atas diri kita? Kita telah menelantarkan agama kita dan menggemukkan dunia kita, kita rusak akhlak kita dan kita perbaharui rumah, ranjang serta pakaian kita. Bertumpu pada tangan kiri, lalu memakan harta yang bukan haknya.
Makanannya hasil menipu, amalnya karena terpaksa, ingin yang manis setelah yang asam, ingin yang panas setelah yang dingin, ingin yang basah setelah yang kering, hingga manakala telah penuh perutnya ia berkata, “Wahai anakku, ambill obat pencerna.” Hai orang yang dungu, sesungguhnya yang kau cerna itu adalah agamamu.
Mana tetanggamu yang lapar?
Mana yatim-yatim kaummu yang lapar?
Mana orang miskin yang menantikan uluranmu?
Mana nasihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya?
Kalau saja engkau sadari hisabmu. Tiap kali terbenam matahari, berkuranglah satu hari usiamu dan lenyaplah sebagian yang ada padamu.”
Kamis malam di bulan Rajab 110 H, Hasan al-Basri pergi memenuhi panggilan Rabb-nya. Pagi harinya menjadi pagi duka cita bagi kota Bashrah.
Jenazahnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan setelah shalat Jumat di masjid Jami Basrah, masjid tempat di mana beliau menghabiskan banyak waktu hidupnya, belajar dan mengajar serta menyeru ke jalan Allah.
Orang-orang mengiringkan jenazahnya dan hari itu tak ada shalat ashar di Masjid Jami tersebut karena tak ada yang menegakkannya. Dan shalat jamaah ashar tidak pernah absen sejak dibangunnya masjid itu kecuali di hari itu. Hari di mana Hasan al-Basri berpulang ke haribaan Rabb-nya.
Sumber: Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009



~(^_^)~


Jumat, 04 Desember 2015

Matahari - by Berlian Hutauruk



Matahari - by Berlian Hutauruk (OST Badai Pasti Berlalu 1977)

Musim berlalu

Resah menanti
Matahari pagi
Bersinar gelisah.. kini

Semua bukan milikku
Musim itu tlah berlalu
Matahari segra berganti

*
Dimana kau timbun daun yang layu
Makin gelisah aku menanti matahari
Dalam rindang kabut pagi
Sampai kapankah aku harus menanti

Awan yang hitam tenggelam dalam dekapan 
Daun yang layu berguguran di pangkuan
Kapan badai pasti berlalu
Resah aku menunggu
Kapan badai pasti berlalu badai pasti berlalu

huhuhu..huhuhu.. huhuhu..

back to *

Musim berlalu
Resah menanti
Matahari pagi

Bersinar gelisah.. kini


Btw, saya suka bagian yang *



~(^_^)~


Rabu, 02 Desember 2015

Anime Ending Theme Song

Kali ini saya cuma mau share ending theme song yang sangat berkesan buat saya dari beberapa anime yang saya suka. Berbeda dengan opening theme song yang biasanya lagunya bersemangat, ending theme song anime-anime ini mayoritas lagunya sedih sedih dan melow.

Buat temen2 kelahiran 90an, pasti nggak asing dengan video-video berikut. Yuk kita Nostalgia :D

1. Naruto

Ending 1 




Ending 2


2.  Samurai X

Ending 4




3. One Piece

Ending 1


Ending 2






~(^_^)~



Selasa, 01 Desember 2015

Do'a Menjaga Shalat

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (Q.S. Ibrahim[14]: 40) 


~(^_^)~


Senin, 30 November 2015

There She Is!



Hai haiiiii....

Kali ini saya mau share video flash lucu yang dulu pernah dikasih sama bro Abdullah Azmy :D. Tokoh utamanya Doki dan NabiJadi ceritanya ada kelinci (Doki) yang ketemu sama kucing (Nabi) di vending machine. Tiba-tiba Doki langsung cinta mati sama Nabi xD, love at the first sight eeaaa. Sayangnya aturan sosial yang ada nggak memungkinkan mereka bisa bersama. Mungkin bagi temen2 yang pernah disukai seseorang dengan cara yang luar biasa, dan mungkin sangat2 suka dengan angka 12 dari skala 1 sampai 10, bisa dipastikan video ini akan sangat berkesan, hahaha.

Kalau dipikir2, kucing itu lucu, kelinci juga lucu. Jadi kalau kucing nikah ama kelinci, anaknya pasti jadi lucu kuadrat. ~abaikan~ 
Sebagai informasi, film pendek ini aslinya berupa flash, tapi di youtube udah banyak yang upload videonya. Keywordnya, there she is atau doki & nabi. Video flash ini awalnya dibuat oleh orang Korea yang aslinya dari komik strip 'One day'. Bahkan, dikutip dari wikipedia, video flash ini kabarnya sudah menangin beberapa award international:
"At the 2004 Anima Mundianimation festival in Brazil, this video won first place in both the Web Animation - Professional Jury and Web Animation - Audience divisions, as well as winning the Special Award Anima Mundi Web."
Info lengkapnya bisa dilihat di https://en.wikipedia.org/wiki/There_She_Is!!


Info penting lainnya, video flash ini udah populer sejak 2004, tapi saya baru nonton pas kuliah xD. Saking terkesannya, sampe-sampe dulu saya pernah pake buat profile fb *penting! haha




Video diatas merupakan satu dari rangkaian kisah Doki dan Nabi. Total ada lima video:
  1. Step one: "There She Is!!!"
  2. Step two: "Cake Dance"
  3. Step three: "Doki and Nabi"
  4. Step four: "Paradise"
  5. Final step: "Imagine"
Makanya, jangan berhenti di step 1 aja, tonton semuanya, video step 1-5 disini: https://www.youtube.com/watch?v=-J2cGGiKy9k 
semoga bisa bikin temen2 tersenyum :)








Credit to Sambakza: http://www.sambakza.net/


~(^_^)~


Rabu, 25 November 2015

Antara Taqwa dan Harta

Seusai sholat subuh aku dikejutkan oleh Bunda. 

“Ari, Nenek kamu masuk rumah sakit. Bunda harus datang melihatnya“. 

Kulihat wajah bunda nampak sedih. Tentu aku harus mendampingi bunda karena tempat tinggal nenek tidak di Jakarta tapi Sumatera. Sementara aku hampir tidak mungkin meninggalkan kesibukanku di Jakata, Apalagi mitra bisnisku dari luar negeri sedang ada di jakarta untuk menjajaki kerjasama pembelian produksi pabrikku. Kulihat Bunda sedang sibuk mengemas pakaiannya di kamar. 

“Bunda, apa engga bisa berangkatnya lusa aja”, kataku dengan lembut. 

“Bunda engga mau ganggu kamu, bunda bisa pergi sendiri kok,  Antar saja Bunda ke Bandara ya“, kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper. 

“Baru minggu lalu bunda ke Dokter dan sekarang masih harus istirahat“, kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi. 

“Lusa aja, ya. Aku temanin“

“ Tidak ! “

Mata Bunda melotot. Kalau sudah begini aku hanya bisa menghela nafas panjang. Sepeti biasanya aku harus mengalah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak bunda. 

"Baiklah, kita pergi sama sama", seperti biasanya pula Bunda tersenyum cerah , dia memelukku.

Didalam pesawat aku menuju kota kelahiran ayahku. Lamunanku terbang kemasa kanak kanaku. Dalam usia 5 tahun , aku sudah yatim. Karena ayah meninggal akibat sakit. Menurut cerita Bunda, ketika Ayah meninggal status ayah masih mahasiswa di Yogya. Bunda bukanlah dari keluarga kaya. Bunda juga seorang yatim, Beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga pejabat tinggi di sumatera. Sehingga walau Ayah berstatus mahasiswa, namun kiriman uang dari orang tuanya masih cukup untuk menanggung hidupnya berkeluarga.

Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. Namun dua tahun setelah ayah meninggal , Bunda datang ke keluarga ayah sambil membawaku. Aku masih ingat ketika itu usiaku 7 tahun. Aku tidak begitu ingat percis bagaimana suasana ketika bunda memperkenalkan dirinya sebagai menantu dan aku sebagai cucu kepada kakek dan nenekku. Yang aku tahu, setiap tahun bunda selalu membawaku kerumah kakek dan nenek.

Setiap tahun , setiap lebaran, bunda mengajaku pergi kerumah kakek dan nenek. Dengan berlelah lelah naik bus melewati pulau jawa dan sumatera untuk sampai. Tak pernah aku antusias datang ke rumah kekek dan nenek. Sebagai anak kecil aku tahu bahwa kakek nenek tidak pernah hangat dengan kehadiranku dan Bunda. Beda sekali dengan perlakuannya dengan saudara sepupuku yang lain, seperti Adi, Rini, Bobi, Anto, Dedi. Setiap lebaran, kulihat para sepupuku datang dari jakarta, Bandung , Surabaya dengan pakaian bagus. Beda sekali denganku. Bila semua istri om sibuk berdandan di kamar atau bermalasan di taman belakang rumah kakek yang luas itu, Bunda malah sibuk di dapur memasak , seperti pembantu.

Ayahku adalah anak tertua diantara empat bersaudara. Semua saudara ayah laki laki. Tidak ada perempuan. Istri Om semua memang cantik cantik. Menurut yang kutahu dari Nenek, yang selalu diulang ulang dihadapan bunda, bahwa semua istri Om dari kalangan keluarga terhormat. Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat bunda tak pernah tersinggung. Selama membesarkan ku, Bunda tak pernah mendapat bantuan satu senpun dari keluarga Ayah. Juga Bunda tidak pernah memohon bantuan dari mereka. Bunda bekerja keras di perusahaan swasta sebagai tenaga administrasi. Bunda pun tak pernah terpikir untuk menikah kembali. Ketika aku sudah remaja, aku sudah bisa beralasan bila bunda mengajakku lebaran di rumah Kakek. 

“Aku males kerumah kakek dan nenek. Mereka engga sayang sama ku. Kenapa kita harus ke rumah mereka?“, demikian alasanku. 

Tapi Bunda dengan segala sifatnya yang keras memaksaku untuk ikut. Akupun tak berdaya. Ketika aku tamat SMU, aku tidak kuliah. Aku memilih bekerja di bengkel. 

“Saya tak ada uang untuk mengirim Ari ke universtas, Yah“, demikian kata Bunda kepada kekek ketika menanyakan mengapa aku tidak kuliah. 

Kakek dan nenek nampak tersenyum sinis ketika mengetahui keadaanku. Tahun tahun berikutnya ketika lebaran. Kakek dengan kebanggaannya bercerita tentang sepupuku yang berangkat keluar negeri untuk kuliah. Ada juga yang masuk perguruan tinggi swasta bergengsi di Jakarta. Aku maklum karena Om ku semua mempunyai posisi sebagai pejabat, dan ada juga yang jadi pengusaha. Aku dan bunda hanya diam mendengar cerita itu. Tapi, tak pernah mengurangi niat Bunda untuk datang ke rumah kakek dan nenek. Dan aku semakin bosan dengan sikap keluarga Ayahku. Yang pasti Biiznillah, izin Allah ditambah kerja kerasku, aku bisa menanggung bunda dan bunda tak perlu lagi berkerja keras. 

Seiring berjalannya waktu, yang tadinya sebagai pekerja bengkel, aku pun sudah bisa mandiri dengan membuka usaha bengkel sendiri. Lambat laun , aku mendapat mitra untuk membuat komponen bodi kendaraan sebagai pemasok pabrikan otomotif. Usaha ini kugeluti dengan kerja keras siang malam dan akhirnya berkembang. Ini semua tidak bisa dilepaskan peran Bunda yang tak henti mendoakanku. Akupun dapat hidup mapan. Namun, kewajiban setiap lebaran datang berkunjung ke rumah kakek nenek tetap saja dilakukan oleh bunda dan aku harus ikut.

Tapi belakangan ini, keluarga yang berkumpul dirumah kakek dan nenek tidak lagi utuh. Yang lain hanya menelepon mengucapkan selamat lebaran kepada kakek dan nenek. Sepupuku pun tak semua datang. Mereka bersikap sama dengan orang tuanya, mengucapkan selamat lebaran via sms atau telepon. Tapi kakek dan nenek tetap bangga dengan mereka. Aku tak pernah cerita tentang keadaanku karena kakek dan nenek tak pernah bertanya tentangku. Walaupun mereka tahu aku dan bunda tidak lagi datang dengan bus tapi menggunakan pesawat terbang.

Tak terasa roda pesawat sudah menyentuh landasan. Kulihat bunda tersentak dari tidur lelapnya. Dia melirik kearahku dan entah kenapa dia mencium keningku. 

”Ada apa bunda ?“, tanyaku dengan tesenyum. 

“Bunda ingat akan ayahmu“. Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya diam. 

“Ayahmu pria yang sangat baik. Sangat baik. Dia pria yang sholeh. Ayahmu berencana bila dia selesai kuliah dan dapat pekerjaan maka dia akan membawa Bunda dan kamu ke keluarga besarnya. Bunda tahu kok, Ayahmu dalam posisi lemah ketika melamar Bunda. Disamping itu dia sadar karena pilihannya kepada Bunda membuat dia berbeda dengan ayahnya. Ayahmu mencintai Bunda karena dia lebih mencintai Allah dari apapun”, sambung Bunda. 

“Maksud Bunda apa?"

“Ayahmu memilih Bunda karena agama. Dia tidak melihat Bunda karena kecantikan, karena keturunan orang kaya, karena apa apa. Dihadapan ayahmu, Bunda adalah muslimah yang baik , yang miskin. Dan itu pasti akan ditentang habis oleh keluarganya”. Air mata Bunda berlinang dan akhirnya air mata itu jatuh membasahi pipinya.

“Kamu adalah putra ayahmu. Anak yang berbakti, soleh dan pekerja keras. Benarlah kalau niat baik karena Allah maka yang akan datang juga kebaikan“. Aku terdiam. Ada yang mengganjal dalam pikiranku. Ini momen yang tepat untuk bertanya.

“Kenapa Bunda selalu menaruh hormat kepada kakek dan nenek. Padahal mereka tidak peduli dengan kita“.

Bunda menatapku dengan tersenyum.

“Ketika ayahmu pulang ke Sumatera dalam keadaan sakit, dia berpesan kepada Bunda , bila dia meninggal agar Bunda menjalin silahturahmi dengan keluarganya dan mendidikmu untuk dekat kepada kedua orang tuanya.”

Bunda terdiam sebentar sambil mengusap airmatanya. 

“Kamu tahu, setelah ayahmu meninggal, butuh dua tahun bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu. Walau karena itu tidak ada rasa hormat kepada bunda , dan Bunda juga menyaksikan betapa kamu tidak diperlakukan sama seperti cucu yang lain, tapi Bunda ingat kata-kata Ayahmu, 'cintailah sesuatu karena Allah. Tak penting rasa hormat dan imbalan dari manusia', ya kan, anakku”

“ Ya, Bunda“, terlontar begitu saja dari mulutku.

Entah kenapa kedatanganku bersama bunda kali ini disambut dengan air mata berlinang oleh kakek. Dia peluk aku ketika sampai di kamar dimana nenek dirawat. Yang datang menjenguk hanya aku dan Bunda. Sementara Om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur.

Dari kakek kutahu bahwa nenek terkena stroke tapi keadaannya cepat tertolong. Mungkin setelah itu nenek akan lumpuh. Kakek mengajaku keluar dari ruangan. Kami bicara di taman Rumah sakit.

“Dua tahun lalu Om mu yang pejabat di Jakarta, terkena kasus korupsi. Dia dalam pemeriksaan oleh aparat yang berwajib. Sebelumnya Om mu yang di Surabaya perusahaannya disita oleh bank karena bankrut. Om kamu yang di Bandung bercerai dengan istrinya karena soal perselingkuhan dan akhirnya terkena PHK sebagai PNS. Semua anak anak mereka tumbuh menjadi anak yang liar. Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas".

Aku terkejut, karena baru kali ini aku tahu. Mungkin karena hubunganku dengan keluarga Ayahku tidak begitu dekat maka tak banyak kutahu soal mereka.

“Kakek tahu bahwa nenekmu punya penyakit darah tinggi dan jantung. Makanya kakek berusaha menyimpan rapat rahasia tentang Om kamu yang tersangkut kasus karupsi. Tapi kemarin, ada yang memberi tahu bahwa Om kamu sudah di vonis penjara enam tahun atas tindakan korupsinya. Seketika itupula nenekmu jatuh pingsan”

Aku hanya diam untuk menjadi pendengar yang baik.

“Ari, kami tahu bahwa selama ini perlakuan kami kepada kamu dan Ibumu kurang baik. Bahkan kami biarkan Ibumu menderita membesarkan kamu, membesarkan anak dari putra sulung kami, cucu kami. Kami menyesal karena sikap kami selama ini. Belakangan ini, nenekmu selalu menyebut nama kamu. Setiap dia menyebut namamu, seketika itu juga dia menangis. Kini dimasa tua kami, kami resah karena tak tahu siapa yang akan mengurus kami. Nenekmu mungkin setelah ini akan lumpuh. Kakek sudah uzur dan lemah”.

Ku genggam tangan kakek.

“Aku yang akan merawat kakek dan nenek. Izinkan aku untuk membawa kakek dan nenek ke Jakarta, tinggal bersamaku. Beri kesempatanku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek“.

Seketika itu juga kakek memelukku erat. Terasa pundakku dingin. Aku tahu kakek menangis. 

"Harta yang ada jual lah kek. Untuk bantu Om dan adik adikku. Dalam situasi ini tentu mereka sangat membutuhkannya. Dan sisanya kakek sedekahkan untuk panti asuhan agar kakek punya bekal akhirat, ya kan kek", kataku.

Kakek semakin erat pelukannya. 

"Maha suci Allah, sifatmu tak jauh beda dengan Ayahmu, yang begitu bijak menyikapi kami"

Bertahun tahun aku didiik oleh Bunda untuk memahami makna cinta. Bahwa cinta adalah tindakan memberi karena Allah, bukan mengharap balasan dr manusia. Aku pun harus memahami hakikat cinta dalam kehidupan ini, termasuk menggantikan posisi Ayahku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, orangtua Ayahku.

Bunda nampak bahagia sekali ketika melihatku mendorong korsi roda nenek menuju tangga pesawat dengan disamping kakek yang berjalan sambil memegang lenganku. Kami semua ke Jakarta.

Ya Allah, semoga kami meninggal dalam sebagai insan yang Engkau cintai.

***

sumber: entah dari mana, yang pasti dari postingan temen di grup wassap ^_^

Ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari cerita di atas:
1. Cintailah sesuatu karena Allah SWT. Tak penting rasa hormat dan imbalan dari manusia :)
2. Menjalani perintah suami adalah suatu bentuk ketaqwaan, sekalipun dia telah tiada. Meskipun berat, tetap jalani dengan ikhlas, karena ridho suami juga juga merupakan ridho Allah SWT.
3. Bagaimanapun sulitnya kondisi hidup kita, jangan pernah mengemis meminta bantuan kepada orang lain, usahakan apa yang kita bisa dan tawakalkan hasilnya kepada Allah SWT.
4. Jangan pernah membalas perlakuan tidak baik seseorang, dengan sikap yang serupa, apalagi dibalas dengan perlakuan yang lebih buruk. Balaslah sesuatu dengan yang lebih baik dari yang kita terima :)


~(^_^)~



Rabu, 18 November 2015

Siapa Yang Lebih Diprioritaskan?








Sumber: http://www.imuslimshop.com/ 
via: https://www.facebook.com/pesonapengantin


~(^_^)~



Antara Pilihan Orang Tua dan Anak



Alkisah, ada dua orang sahabat, Angel dan Baim. Mereka adalah sahabat karib yang sudah berteman sejak lama. Dari SD hingga SMA, mereka selalu satu sekolah. Bahkan, 10 dari 12 tahun selama sekolah, mereka berada dalam satu kelas yang sama. Saking dekatnya, bahkan Baim telah menganggap Angel sebagai adiknya sendiri. Mereka pun berpisah pada saat kuliah. Hingga sampai pada saat dimana Baim mendapat kabar bahwa Angel akan menikah. Bahagia dengan kabar ini, Baim pun menyampaikan ucapan selamatnya pada Angel melalui pesan singkat. Namun, tanpa disangka, respon yang diperoleh berbeda dari yang ia harapkan.

Singkat cerita, Angel pun curhat tentang apa yang terjadi dibalik rencana pernikahannya. Angel mengaku dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan seseorang yang tidak ia sukai, atau mungkin lebih tepatnya tidak ia cintai. Kemungkinan besar, Angel sudah punya pilihan lain. Sudah berulang kali ia mengutarakan penolakannya, baik kepada si calon secara tidak langsung (melalui seorang perantara), lebih-lebih pada orang tuanya. Sayangnya penolakan demi penolakan tadi tidak digubris. Mulai dari mencoba diskusi dengan orang tuanya, sampai menolak dengan deraian air mata pun telah ia perjuangkan, namun hasilnya nihil. Malah sebaliknya, Angel bahkan dicap sebagai anak durhaka oleh kedua orang tuanya. 

Setiap malam ia merasa sedih. Tak sedikit hari yang ia lalui dengan tangisan. Pun tak banyak orang yang tahu tentang kisahnya karena memang ia tipikal wanita yang tegar dan mampu menyembunyikan kesedihannya. Sampai pada akhirnya, perjuangannya pun kandas ketika mengetahui bahwa ternyata secara diam-diam orang tuanya dan si calon telah mempersiapkan acara lamaran bagi Angel. Meski telah berusaha untuk menolak pada orang tuanya, bahkan dengan air mata sekalipun, namun, acara lamaran itu tetap berjalan.

Baim, sebagai seorang sahabat yang sudah lama mengenal Angel, tentunya merasa sedih dan iba bercampur bingung. Mungkin memang inilah jalan hidup Angel. Selang beberapa hari setelah lamaran, Angel kembali curcol, dulu dia pernah baca artikel di salah satu sosmed, dimana ada seorang gadis yang jadi gila karena dilarang menikah dengan kekasihnya. Setelah si gadis menjadi gila, barulah si gadis diizinkan menikah. "Hmmm, agak ekstrim, tapi seorang Angel nggak mungkin akan gila hanya karena masalah ini" gumam Baim. Dalam hati ia berharap, semoga gadis dalam artikel tadi kembali waras setelah diizinkan menikah.

Nah, berawal dari cerita inilah Baim jadi iseng googling di internet. Niat awalnya, si Baim cuma ingin tahu cerita lengkap dari artikel tadi. Tapi tanpa sengaja dia menemui artikel-artikel islami beserta dalil-dalilnya yang menyebutkan larangan orang tua memaksa anaknya (yang sudah baligh) untuk menikah. Kebetulan si Angel agamanya islam, maka tanpa banyak pikir, Baim langsung sampaikan berita tadi pada Angel. 

Mereka berdua pun kebingunan, apa yang harus dilakukan. Terlebih karena artikel tadi menyebutkan bahwa akad nikah tanpa seizin anak perempuan, adalah cacat secara syariah. Hingga pada akhirnya, Baim menyerahkan Angel untuk memutuskan. Jika Angel ingin mengusahakan, maka solusinya ialah berdiskusi dengan si perantara. Namun sayangnya, Angel kurang setuju, sehingga Baim pun hanya bisa berharap semoga Angel bisa mengizinkan hingga sebelum akad dilangsungkan.


***

Dari kisah ini, saya mencoba mengambil dua dalil tentang persetujuan menikah dari hadis Shahih Muslim dalam kitab nikah, berikut artinya:

Bab 8. Tentang tanda izin nikah wanita janda ialah ucapan sedangkan gadis perawan ialah diam

( HR.MUSLIM No:2543 ) 
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam.

( HR.MUSLIM No:2544 ) 
Hadis riwayat Aisyah ra.: Dari Zakwan ia berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak? Beliau menjawab: Ya, harus dimintai persetujuan! Lalu Aisyah berkata: Aku katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah saw. bersabda: Itulah tanda setujunya bila ia diam.

Semoga kisah diatas bisa menjadi pelajaran buat kita. Jika sebagai orang tua dari anak perempuan, maka selain berkewajiban mencarikan calon yang sholeh, juga jangan lupa untuk meminta persetujuan anak sebelum menikahkannya, kecuali jika anak tersebut belum baligh. Jika sebagai anak perempuan, maka hendaknya sesegera mungkin mencerdaskan orang tua tentang hak kalian untuk dimintai persetujuan sebelum dinikahkan. Jangan sampai, ketika nanti tiba-tiba orang tua datang membawa seorang calon, barulah si anak mengungkapkan penolakannya. Alhasil, si anak berselisih dengan orang tua lantaran orang tua yang mungkin egois dan belum tahu. Pada akhirnya, si anak lah yang harus menanggung resiko "terpaksa" menikah sebagai wujud rasa sayang dan patuhnya dengan orang tua. Padahal kepatuhan yang melanggar syariah, tidak pernah diajarkan dalam Islam.

Kalau menurut pendapat saya, alangkah baiknya jika orang tua dan anak saling bekerja sama. Orang tua berperan sebagai penentu kriteria dan anak sebagai penentu pilihan. Sehingga keduanya bisa saja mengajukan calon, baik dari sisi anak jika anak sudah punya pilihan, maupun dari sisi orang tua yang mencarikan. Karena aneh rasanya jika kita logikakan, yang akan menikah adalah si anak, yang akan menjalani hidup adalah si anak, tapi malah orang tua yang keras memaksakan pilihannya kepada anaknya, seolah-olah, malah orang tua yang mau menikah, hehe. Semoga hal ini tidak terjadi pada pembaca sekalian :)

Wallahu A'lam Bish Shawab


~(^_^)~

Selasa, 17 November 2015

Salah Satu Resep BAHAGIA (QS. Thaha: 120)


فَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ ٱلشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖ وَمِنْ ءَانَآئِ ٱلَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ ٱلنَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَىٰ


"Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang" (QS: Thaha [20]: 120)

Yuk, mari kita perbanyak bertasbih dan berzikir, disetiap waktu yang kita miliki (pagi, siang, sore, dan malam) semoga Allah SWT senantiasa membuat hati kita tentram dan bahagia :)


~(^_^)~


Minggu, 10 Mei 2015

Catatan amal: Al Kahf 49




Dan diletakkan kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) didalamnya, dan mereka berkata, "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. QS Al Kahf: 49


Mari semangat berbuat kebaikan, sekecil apapun, pasti akan dicatat dan dibalas :)

Kamis, 07 Mei 2015

Al Baqarah: 201-202





Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.(Q.S. Al-Baqarah:201-202)


quran.com/2/201
quran.com/2/202

Ini do'a yang bagus. Dulu saya diajarkan nenek doa ini waktu SMP atau SMA. Beliau sebut ini doa sapu jagat :D

Setiap akhir doa, biasanya selalu ada doa ini sebelum hamdallah. Doa ini mewakili semua keinginan kita sebagai hamba Allah SWT, tak lain dan tak bukan ialah memasuki syurga dan dijauhkan dari api neraka. Mari, luangkan waktu untuk berdoa :)